Implementasi Ekonomi Hijau Urai Kemiskinan (2)

Oleh Sarjono, M.Sos (Wakil Ketua IKA PMII KLU)

Opini – JIKA kita bersepakat bahwa tujuan pembangunan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, maka konsep pembangunan berkelanjutan menjadi peta jalan yang harus diterapkan dalam kenyataan untuk meretas kemiskinan. Pasalnya, pembangunan berkelanjutan fokus pada upaya pembangunan yang dilaksanakan tidak hanya untuk saat ini namun juga untuk masa depan.

Dalam pembangunan berkelanjutan, model yang cocok dan tepat untuk diterapkan adalah ekonomi hijau, suatu pendekatan yang mendukung pembangunan berkelanjutan dan penghapusan kemiskinan. Memang disadari oleh banyak kalangan, bahwa tidak ada model pembangunan berkelanjutan yang sama bagi seluruh daerah bahkan negara sekalipun, sehingga konsep ekonomi hijau dalam implementasinya juga dipahami berbeda dengan mempertimbangkan tantangan dan kendala yang ada pada masing-masing daerah.

Simpelnya, ekonomi hijau merupakan kegiatan perekonomian yang tidak merugikan atau merusak lingkungan mengacu filosofi ekonomi hijau yaitu memperdulikan keseimbangan antara kesejahteraan ekonomi rakyat dan keadilan sosial dengan tetap mengurangi risiko-risiko kerusakan lingkungan dan ekologi (Wanggai, 2012).

Dalam menerapkan model ekonomi hijau, beberapa hal penting yang perlu menjadi dasar perumusan kebijakan lingkungan dalam konsep pembangunan berkelanjutan, yaitu mendorong pertumbuhan dan meningkatkan kualitas, memenuhi kebutuhan pokok (pekerjaan, makanan, energi, air dan sanitasi), menjamin tingkat pertumbuhan penduduk yang dapat mendukung keberlanjutan, melakukan konservasi dan kemampuan sumber daya, orientasi teknologi dan mengelola risiko, serta memadukan pertimbangan lingkungan ekonomi dalam proses pengambilan keputusan.

Menyadur pandangan Cato (2009), bahwa beberapa ciri ekonomi hijau, di antaranya ekonomi berbasis lokal, pasar sebagai tempat bersosialisasi dan persahabatan yang menyenangkan, melibatkan distribusi aset dengan harta warisan yang ditingkatkan dan pajak pendapatan, pajak digunakan untuk keberlanjutan pembangunan, ekonomi yang ramah di mana relasi dan manusia menjadi pengganti konsumsi dan teknologi, memberi peran yang lebih luas bagi ekonomi informal dan sistem koperasi, kegiatan berbasis komunitas, saling mendukung serta menggantikan sistem pertanian intensif dengan pertanian organik komunitas lokal.

Dalam upaya prevensi dampak pembangunan terhadap kerusakan lingkungan masa depan, maka kebijakan ekonomi hijau sangat penting diadopsi dalam proses pembangunan di Kabupaten Lombok Utara sehingga dapat diwariskan kepada generasi mendatang.

Grindle berpendapat, bahwa implementasi kebijakan ditentukan oleh dua aspek yaitu isi dari kebijakan dan konteks implementasinya. Artinya setelah kebijakan diformulasikan maka kebijakan tersebut dituangkan menjadi program aksi dan kegiatan. Kendati misalnya, implementasi kebijakan tidak selalu berjalan mulus, tapi akan sangat tergantung konteks implementasinya, meliputi kekuasaan, kepentingan, strategi, aktor yang terlibat, karakteristik penguasa dan lembaga, serta kepatuhan dan daya tanggap, (Wahab, 1994 & 2002).

Berdasarkan gagasan Grindle tersebut, untuk langkah awal perumusan pembangunan hijau di Kabupaten Lombok Utara, ada tiga pendekatan yang dapat diambil sebagai pondasi dalam rangka mendukung implementasi ekonomi hijau, yaitu pendekatan hukum (payung hukum penerapan ekonomi hijau), pendekatan dokumen perencanaan (perekat dan benang merah arah pembangunan lingkungan), dan pendekatan kelembagaan (sinkronisasi kebijakan antar institusi pemerintah daerah sebagai salah satu indikator keberhasilan implementasi kebijakan pembangunan ekonomi hijau). Habis

Related posts