Upaya Perlindungan Perempuan dan Anak di Gumi Tioq Tata Tunaq, Lakpesdam PWNU NTB Helat Rembuk Perempuan Adat di Gumantar

Foto bersama rangkaian kegiatan Rembuk Perempuan Adat di Gumantar oleh Lakpesdam PWNU NTB di Dusun Desa Beleq Desa Gumantar, Kamis (31/7/2025).

Lombok Utara (NTB), panainews.com – Dilatarbelakangi isu kekerasan terhadap perempuan dan anak, berhasil dilansir berdasarkan data yang dihimpun oleh DP3AP2KB Provinsi NTB melalui data SIMPONI 2024, tercatat ada 603 kasus kekerasan menimpa anak-anak di NTB, dengan sebaran kasus mulai tertinggi hingga terendah. Adapun kasus tertinggi berada di Lombok Timur 187 kasus, disusul diurutan kedua di Lombok Utara 112 kasus, dan urutan ketiga ditempati Kota Bima dengan 79 kasus.

Sementara menurut Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan), dalam rentang waktu 2024-2025 tercatat sebanyak 967 kasus kekerasan seksual di NTB, yang mana dominasi kasusnya banyak terjadi di lingkungan dunia pendidikan. Termasuk angka perkawinan anak, Provinsi NTB menempati urutan tertinggi se-Indonesia sebesar 17, 39 persen pada 2023 dan tahun 2024 sebesar 14.96 persen. Meskipun terjadi penurunan, tetapi tetap menempatkan NTB sebagai provinsi dengan angka perkawinan anak tertinggi se-Indonesia, bahkah berada di atas rerata angka nasional sebesar 5,6 persen.

Tingginya angka kasus diatas tentu menjadi keprihatinan bersama, karena memberikan dampak dan citra buruk bagi daerah. Dibutuhkan upaya bersama untuk mitigasi dan pencegahan agar kasus tersebut tidak terulang kembali.

Komunitas masyarakat adat sebagaimana diketahui bersama memiliki tata nilai, kearifan dan praktik hidup yang cukup baik dalam berbagai bidang kehidupan yang patut dijadikan rujukan dalam kehidupan kekinian, seperti kuatnya kekerabatan, kekeluargaan, solidaritas, saling menghormati, pengasuhan, menjaga alam, kesederhanaan dan lain-lain. Kekayaan nilai ini menjadi penting digali dan ditransformasi sebagai pijakan dalam merespons dinamika kehidupan dalam keluarga, bermasyarakat berbangsa dan bernegara, salah satunya isu perlindungan perempuan dan anak.

Gagasan dan tata nilai yang dipegang masyarakat adat pada isu perlndungan perempuan dan anak menjadi relevan, salah satu strategi atau model yang bisa dikembangkan untuk memitigasi dan mencegah potensi kekerasan yang dapat menimpa perempuan dan anak. Kini, trendy kasusnya yang dinilai terus naik terjadi di Lombok Utara.

Merespons permasalahan tersebut, Lakpesdam PWNU NTB menggelar Rembug Perempuan Adat untuk perlindungan perempuan dan anak di Kabupaten Lombok Utara untuk menggali dan merumuskan strategi pencegahan
kekerasan terhadap perempuan dan anak, termasuk pencegahan perkawinan anak yang bisa diadopsi dan dikembangkan untuk pengetahuan dan model bagi pihak terkait dengan mengusung tema “Transformasi Gagasan Perempuan Adat Untuk Perlindungan Perempuan dan Anak Dari Potensi Kekerasan” bertempat di Dusun Desa Beleq Desa Gumantar, Kamis (31/7/2025).

Rembuk menghadirkan narasumber Dewan AMAN Nasional (Damanas) Bali Nusra Denda Suriasari, Budayawan NTB Satria Wangsa. Stakeholder yang hadir di antatanya Camat Kayangan diwakili Raden Sawinggih S.Sos, Kades Gumantar , Japarti, Ketua Fatayat NU KLU Megawati, duta Perempuan AMAN KLU, perempuan Adat serta tokoh adat setempat

Field Koordinator Lakpesdam PWNU NTB M. Jayadi menjelaskan, bahwa kegiatan itu adalah inisiatif yang telah disusun proyektif dengan dukungan program inklusi.

“Salah satu pilar yang ingin kami perkuat adalah masyarakat adat,” terang Jayadi.

Kata dia, penguatan tersebut bertujuan mengidentifikasi gagasan, ide, praktik ritual, dan nilai-nilai yang berkembang di masyarakat adat.

Lebih lanjut, Jayadi menekankan pentingnya memahami bentuk dan nilai-nilai yang ada di masyarakat adat sebagai bahan untuk disebarluaskan dan dijadikan rujukan.

“Masyarakat adat memiliki kearifan dalam mengelola kehidupan mereka, termasuk dalam isu perempuan dan anak,” imbuhnya.

Dalam konteks perlindungan perempuan, Jayadi juga mengutarakan keinginan untuk memahami kontribusi budaya dan adat terhadap praktik perkawinan anak dan kekerasan yang mungkin terjadi.

“Kami berharap, dari diskusi ini, pemerintah bisa berperan dalam menurunkan angka pernikahan dini, stunting anak, serta kekerasan terhadap perempuan dan anak,” harap Field Koordinator Lakpesdam PWNU NTB ini.

Menurutnya, kegiatan itu juga memberikan kesempatan bagi perempuan adat untuk menyampaikan ide, gagasan, dan praktik yang dapat dikembangkan guna menjaga kesejahteraan perempuan dan anak.

“Kita berharap, ke depannya, akan ada rekomendasi yang bisa kami bawa ke pemerintah untuk penguatan dan intervensi terkait isu ini,” tandas Jayadi.

Dipaparkan pula, rembuk itu diadakan bertujuan melibatkan perempuan dan anak, mendorong pengetahuan pemerintah daerah dan pusat tentang posisi perempuan dan anak,.

“Menjadikan suara mereka semakin didengar dan diperhitungkan dalam masyarakat,” pungkasnya. (sas)

Array
Related posts